Inilah Kisah Hidup 5 Orang Luar Biasa Yang Berawal Dari Jalanan - Orang-orang yang terlahir di tengah keluarga miskin belum tentu akan melanggengkan kemiskinannya. Orang-orang dengan kemauan kuat terbukti bisa lepas dari jerat kemiskinan, dan membuktikan dirinya bisa mendapat pendidikan tinggi yang umumnya didapat mudah kalangan ekonomi mampu.
1. Sunarno, Berawal dari Pemulung
Hidup Sunarno bertambah berat saat dia harus menjadi yatim piatu di usia belasan tahun. Akhirya demi bisa bertahan hidup, dia melakukan pekerjaan apapun dari kota yang satu ke kota yang lain. Setelah berkelana dari kota ke kota, Sunarno memutuskan kembali ke kampung halamannya di Solo, Jawa Tengah. Di kota itu, Sunarno menjadi pemulung.
Hingga pada 1994, Sunarno berkenalan dengan suatu bisnis multi level marketing (MLM). Bagi pria beranak tiga itu, memulai bisnis MLM susahnya setengah mati. Dia harus bergaul dengan istilah-istilah asing yang sulit dihafal.
Setelah lama berada di bawah, akhirnya kehidupan Sunarno merangkak naik. Dalam tempo 27 bulan, dia menjadi Senior Network Director yang merupakan peringkat tertinggi. Sebagai upah, dia mendapat penghasilan Rp 15 juta per bulan, sepeda motor, mobil, maupun rumah. Liburan di luar negeri yang dulu tak pernah diimpikannya bahkan kini dia bisa mencicipinya.
Bagi dia, hidup itu sebenarnya sederhana. Manusia harus punya cita-cita untuk sukses di sejumlah bidang.
2. Curt Degerman, Pemulung yang Jutawan
Pekerjaan Curt Degerman adalah pemulung. Tapi siapa sangka di balik pekerjaan sederhananya itu, dia menyimpan kekayaan yang tidak sedikit. Ya, Curt merupakan seorang pemulung yang jutawan.
Selama 40 tahun, Curt dikenal sebagai gelandangan yang bekerja memungut kaleng untung didaur ulang. Namun ternyata pria asal Skelleftea, sebelah utara Swedia, ini memiliki kekayaan mencapai 1 juta poundsterling.
Dari mana kekayaan Curt? Rupanya dia mengumpulkan sebagian uang hasil menjual rongsokan untuk membeli saham.
Mungkin keluarganya tidak akan pernah tahu kalau kakek 60 tahun itu seorang jutawan jika Curt tidak meninggal. Setelah Curt meninggal karena serangan jantung, keluarganya mengetahui pria itu meninggalkan saham senilai 731.000 poundsterling di rekening bank Swiss. Dia juga meninggalkan emas batangan senilai 250.000 poundsterling dan uang sebesar 275 poundsterling. Demikian dilansir dailymail pada 31 Maret 2010 silam.
Curt mewariskan semua kekayaannya kepada sepupunya yang dengan setia mengunjunginya selama berbulan-bulan sebelum dia meninggal. Tapi sepupunya yang lain yakin bahwa ayahnya juga berhak atas sebagian harta Curt.
Berdasar hukum Swedia yang mengatur tentang warisan, paman yang namanya belum diumumkan kepada publik (sebagai penerima warisan), mempunyai hak secara hukum untuk mewarisi kekayaan keponakannya. Masalah itu akhirnya diselesaikan di luar pengadilan. Kedua sepupu Curt pun setuju untuk membagi warisan itu.
3. Liz Muray, Gelandangan Menuju Harvard
Elizabeth 'Liz' Murray adalah jebolan Universitas Harvard, AS. Bagi perempuan ini, kuliah di universitas yang terkenal itu bukanlah perkara mudah. Bagaimana tidak, dia adalah seorang gelandangan, yang bahkan untuk makan sehari-hari saja sulit.
Liz dilahirkan di New York, AS, dari orang tua pencandu narkoba. Saat punya uang, orang tuanya memilih membelanjakannya untuk kokain dan heroin. Padahal saat itu, Liz dan adik perempuannya tengah kelaparan. Terpaksa, kakak beradik itu makan es batu.
Menurut Liz, kedua orang tuanya adalah orang yang cerdas namun tidak pandai mengasuh anak karena ketergantungan pada obat dan akibat kemiskinan. Di sekolah, Liz kerap di-bully teman-temannya karena bau dan kumal. Meski hidup dalam keterbatasan ekonomi, namun Liz sangat menyayangi keluarganya. 'Mantra' dari ibunya pun dia hafal benar, 'suatu hari hidup akan menjadi lebih baik'.
Saat Liz berusia 15 tahun, sang ibu meninggal akibat HIV/AIDS. Jenazahnya dimakamkan dengan peti mati yang merupakan hasil sumbangan.
Tak lama, sang ayah tidak mampu membayar kontrakan sehingga harus pindah ke rumah penampungan tunawisma. Liz pun tinggal di jalanan. Dia kerap tidur di dekat kereta bawah tanah atau di bangku taman. Dia pun beberapa kali mencuri buku sebagai bahan bacaan.
Meski hidup di jalanan kota New York, Liz tetap berniat untuk melanjutkan sekolahnya di SMA dan sekaligus menghidupi adiknya. Dibanding siswa-siswi yang lain, Liz memang lebih lambat memulai pendidikan sekolah menengahnya. Meski begitu dia mampu menyelesaikan sekolahnya dalam dua tahun. Saat sekolah, Liz mengambil kelas malam, dan menghabiskan waktu siangnya untuk bekerja.
Kemudian perempuan kelahiran 1980 ini mendengar kabar ada beasiswa bagi siswa miskin. Beruntung, dia lulus ujian dan diterima sebagai mahasiswi Universitas Harvard pada tahun 2000. Namun pada 2003, dia terpaksa pindah ke Columbia University di New York agar bisa merawat ayahnya yang sakit.
Sang ayah kemudian meninggal pada 2006 karena AIDS. Setelah itu, Liz memutuskan kembali ke Harvard untuk menyelesaikan kuliahnya. Akhirnya dia lulus pada 2009 menggondol gelar sarjana di bidang psikologi.
Oprah Winfrey memberinya penghargaan Chutzpah dan Liz bisa bertemu Bill Clinton. Dia juga berkesempatan berbicara dengan sejumlah tokoh seperti Tony Blair, Mikhail Gorbachev dan Dalai Lama. Liz membuktikan pada dunia bahwa seorang gelandangan seperti dia, bisa meninggalkan kehidupan pahit di jalanan asal punya keinginan kuat dan komitmen.
Kini Liz Murray dikenal sebagai pembicara profesional. Bahkan kisah hidupnya pernah difilmkan, 'Homeless to Harvard: The Liz Murray Story'.
4. Ni Wayan Mertayani, Pemulung Berbakat Fotografer
Ni Wayan Mertayani lahir dalam kesederhanaan yang kental. Sembari bersekolah, siswi SMP asal Bali ini harus membantu ibunya berjualan asongan. Dia pun kerap mencari barang rongsokan.
Tapi siapa sangka aktivitasnya berjualan asongan dan memungut rongsokan justru akan memberikan kisah manis di hidupnya. Aktivitasnya itu mengenalkan Mertayani pada beberapa wisatawan yang singgah ke Bali. Salah satu wisatawan bahkan berkenan meminjaminya kamera dan mengajarkan bagaimana cara mengoperasikannya.
Setelah melihat beberapa hasil bidikan Mertayani, sang turis menyarankan dia agar ikut lomba Fotografi Internasional yang diselenggarakan oleh Yayasan Anne Frank, Belanda. 15 Foto hasil jepretan gadis 14 tahun dikirim. Rupanya salah satu karyanya keluar menjadi pemenang tahun 2009.
Foto jepretan Mertayani menggambarkan seekor ayam yang sedang nangkring di atas pohon. Menurut dia, ayam itu mirip dirinya yang akan merasa panas saat kepanasan dan hujan saat kehujanan. Maklum, sehari-hari dia bersama ibu dan adiknya tinggal di sebuah gubuk bambu yang teramat sederhana. Di gubuk itu hanya ada satu kasur untuk mereka bertiga.
Hidupnya mungkin tidak semudah anak-anak lain yang lebih beruntung. Dia bahkan terancam putus sekolah karena keterbatasan ekonomi keluarganya, Namun Mertayani tidak takut bermimpi. Setelah membaca 'The Diary of Anne Frank', dia terinspirasi untuk menjadi jurnalis. Melalui fotonya, dia ingin memberi tahu dunia, bagaimana rasanya menjadi orang miskin.
5. Chris Gardner, dari Gelandangan Jadi Jutawan Besar
"Ingatlah, mereka itu juga manusia. Mereka bukan tak terlihat. Masing-masing dari mereka punya cerita." Itulah pesan Chris Gardner dalam melihat para gelandangan.
Ya, jutawan besar ini tahu benar soal gelandangan, karena selama beberapa waktu dia pernah merasakan sulitnya hidup tanpa tempat tinggal.
Itu kisah Chris dulu, sebelum akhirnya menjadi jutawan besar karena menjadi pialang saham. Bahkan kisah hidupnya menginspirsi pembuatan film 'Pursuit of Happyness'.
Pada 1980, Gardner bekerja sebagai sales scanner tulang (Bone Density Scanner) portable. Dia bahkan menghabiskan seluruh tabungan keluarga untuk membeli franchise alat tersebut. Namun karena harganya dinilai terlalu mahal, alat tersebut kurang laku di pasaran. Karena tak mampu membayar sewa rumah dan tagihan, sang istri meninggalkan dia dan anak laki-laki mereka.
Dia akhirnya memutuskan akan bekerja sebagai pialang saham. Dia pun bekerja tanpa dibayar di sebuah perusahaan pialang Dean Witter Reynolds, yang menjanjikan pekerjaan bagi peserta magang terbaik. Karena tak lagi sanggup membayar sewa rumah, Gardner dan anak laki-lakinya diusir. Mereka pun hidup menggelandang. Jika beruntung, mereka tidur di rumah singgah Glide Memorial Chruch.
Hal inilah yang membuat Gardner semakin terpacu untuk berusaha keras keluar dari himpitan kemiskinan. Hinga akhirnya dia menjadi satu-satunya peserta pelatihan yang dipilih untuk posisi permanen oleh Dean Witter Reynolds. Bahkan dia kemudian berhasil mendirikan perusahaan pialang sendiri dan dikenal sebagai jutawan besar.
0 comments:
Post a Comment